Motor Muhammadiyah 112

Ahmad Soleh
25 November 2024

Acara milad 112 tahun Muhammadiyah diperingati dengan meriah di Ranting Parungbingung. Ada berbagai macam lomba yang digelar untuk warga sekitar. Mulai dari pertandingan voli ibu-ibu antar-RT hingga lomba sepeda hias untuk anak-anak. An semangat sekali karena sudah mendaftar lomba sepeda hias.

"Ayah, nanti hias sepeda An ya," ujar An saat menelepon Ayah sore itu.

Sayangnya hujan turun cukup deras. Ayah tidak bisa langsung pulang. Ditambah masih ada pekerjaan yang harus diselesaikan. Sampai maghrib tiba, hujan mulai reda. Selesai menunaikan shalat, Ayah bergegas pulang.

"Jangan lupa beli kertas krep warna hijau dan kuning," tulis Bunda melalui pesan WA.

Sepanjang jalan ayah berpikir mau menghias sepeda seperti apa. Hingga akhirnya berhenti di sebuah toko untuk membeli kertas krep dan beberapa lembar sterofoam berwarna hijau. "Kayaknya bikin motor aja ya," pikir Ayah.

Setiba di rumah, An sudah tidur. Jam menunjukkan pukul delapan malam. Tak banyak bicara, Ayah dan Bunda langsung menyusun strategi, membuat sketsa bentuk seperti apa untuk menghias sepeda An.

Ya, bentuk sepeda motor trail pun akhirnya menjadi pilihan. Awalnya mengira hal itu akan selesai dalam waktu singkat. Namun, ternyata hal itu hanya angan-angan. 

Menempel sterofoam ternyata tak semudah itu. Apalagi untuk memastikan pemasangan kuat dan tidak lepas saat sepeda digowes. Ayah beberapa kali membongkar dan memasang lagi sterofoam itu. Sampai akhirnya berhasil memasang semua bagian, lalu menempel sejumlah pernak-pernik seperti logo Muhammadiyah, logo milad, dan nama Rausyan di body motor.

***

Esok paginya, An bangun dan melihat sepedanya sudah jadi. An sangat senang. Lalu kami bersiap-siap untuk bergegas ke arena lomba.

An menggowes motor berpelat nomor "MU 112" itu dengan gigih. Tibalah kami di arena lomba.

"Ini konsepnya apa?" kata Pak Solihin kepada An.

"Motor!" jawab An dengan suara nyaring.

Sepeda lainnya tak kalah unik. Ada yang menghias sepedanya menjadi sepeda tukang sayur, ada yang menghiasnya menjadi sepeda pengantar paket, dan masih banyak lagi.

Setelah semua peserta siap, kami berkeliling lingkungan RT. Ayah mengikuti An yang semangat menggenjot motor hijaunya itu. Sampai kami tiba lagi di lapangan yang merupakan garis start dan finish tadi.

Panitia menginfokan bahwa pada malam hari akan diumumkan siapa pemenangnya.

**

Malam tiba. An, Ayah, dan Bunda menuju lokasi kegiatan. "An seneng nggak sepedanya dihias?" tanya Ayah.

"Seneng," jawabnya.

"Kalo nanti nggak menang, masih seneng nggak?" tanya Ayah lagi.

"Iya, An masih seneng," ujarnya.

Kemenangan memang diharapkan, mengingat pengerjaan sepeda yang sampai semalam suntuk. Namun, menerima kenyataan sepertinya jauh lebih penting. Mengajarkan An menerima sepedanya tidak menang lomba adalah sebuah pelajaran berharga.

Pada akhirnya, motor "MU 112" milik An memang belum beruntung. Kenyataan kadang pahit. Meski begitu, bagi kami, sepeda hias itu adalah karya yang luar biasa. Mungkin ada rasa sedih karena tidak memenangkan hadiah, tapi tentu ada rasa bahagia dan syukur karena Ayah masih sempat meluangkan waktu untuk menghias sepeda An. Yang terpenting, An tetap senang.

"Iya, An masih seneng!" ujarnya.




Posting Komentar

0 Komentar