Berkunjung ke Rumah Bung Karno di Ende

Ahmad Soleh
Ende, 25 Juli 2024

Beberapa hari ini, aku berada di Ende, sebuah tempat yang sangat indah di Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Aku berangkat dari Jakarta pukul dua dini hari dan tiba di Bandara Kupang pukul tujuh pagi. Kemudian melanjutkan perjalanan ke Bandara Hasan Aroeboesman, Ende. Sebuah gunung terpampang di hadapanku.

"Itu namanya Gunung Meja," kata salah seorang warga asli NTT, yang secara kebetulan bersama dalam satu pesawat. Ya, dilihat-lihat gunung itu bagian puncaknya datar, seperti meja, tidak seperti gunung pada gambar-gambar anak SD zamanku yang membentuk dua segitiga dengan aliran sungai di tengahnya.

Bandara di NTT ini termasuk banyak. Di sini transportasi udara lebih efektif untuk melintasi daerah yang umumnya pegunungan atau perbukitan. Nah, karena itulah bandara Ende ini hanya menerbangkan pesawat kecil dengan jurusan yang tidak terlalu jauh. Untuk tujuan ke Kupang dan Labuan Bajo, misalnya. Udara sejuk dan asri, jalanan yang lengang, dan suasana kampung terasa di sepanjang jalan. Hal yang tidak, atau sulit, kutemukan di kota metropolitan seperti Jakarta.

Persinggahan di Ende ini membawaku menjejakkan kaki ke sebuah rumah kecil, yakni Rumah Pengasingan Bung Karno. Jaraknya tidak jauh dari Bandara H Hasan Aroeboesman. Cukup menumpang mobil sekitar 10-15 menit. Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende terletak di Jalan Perwira, Kecamatan Ende Selatan. Tempatnya sepi. Sunyi. Lumayan sejuk. Aku, ditemani Pak Biyanto, Pak Alex, Bu Siska, Bu Sri, dan Rizkey, tiba di sana sekitar pukul empat sore, saat langit mulai meronakan warna yang artistik dan memanjakan mata.

Rumah kecil itu terlihat bagus dan terawat. Konon, rumah tersebut selalu dirawat dengan baik oleh pengelola. Meskipun begitu, bentuknya tak berubah dari bentuk aslinya sejak dulu. Aku memasuki pagar rumah itu. Ada dua orang penjaga yang terlihat sedang beristirahat di bawah pohon samping rumah. Di pekarangan terdapat patung Bung Karno dengan ukuran cukup besar. Tak jauh dari situ, ada tiang bendera dengan sang saka yang sedang berkibar ditiup angin.

Penasaran dengan kondisi di dalamnya, aku pun memasuki pintu. Di ruang depan terdapat beberapa etalase yang memajang benda-benda peninggalan yang pernah digunakan Bung Karno. Mulai dari tongkat, piring, setrika arang, teko ceret, dan sejumlah dokumen berharga, seperti surat nikah dan surat cerai Bung Karno dengan istrinya, Inggit Garnasih. Selama di pengasingan di Pulau Flores itu, Bu Inggitlah yang setia menemani Bung Karno.

Bung Karno diasingkan ke Ende selama empat tahun, pada 1934-1938, pada masa penjajahan Belanda. Bung Karno merupakan sosok pejuang yang tengah mengobarkan semangat kemerdekaan agar bangsa ini merdeka dari penjajahan Belanda. Ini juga tergambarkan melalui beberapa foto yang terpampang di tiap dinding ruangan.

Di bagian sebelah kanan ruang tamu, terdapat sebuah kamar tidur. Itulah kamar tempat Bung Karno beristirahat. Di dalamnya tampak sebuah ranjang lengkap dengan kelambu, bantal, dan kasurnya. Sayangnya, aku tak bisa masuk untuk melihat detail isi kamarnya. Hanya bisa menengok di pintu atau jendela yang letaknya di sebelah depan rumah.

Rumah itu sangat kecil nan sederhana. Setelah ruang tamu, ada pintu menuju ruang belakang. Sebelah kanan terdapat kamar yang pintunya tertutup rapat dan dijaga palang besi. Di situ bertuliskan "Ruang Semadi/Shalat Bung Karno". Di ruang itulah, Bung Karno menjalankan shalat, berdoa, dan tirakat. Sayangnya lagi-lagi aku tak ditunjukkan bagaimana isinya.

Aku pun berjalan ke belakang rumah. Menginjak lantai fiber dan hamparan bebatuan yang tampak masih baru. Ada sumur tua lengkap dengan timbaannya. Di atas sumur kecil tapi terlihat dalam itu, terdapat satu padasan (aku tak tahu di Ende apa namanya), itu merupakan penampung air yang di sisinya ada lubang untuk wudhu. Sumur tampak masih terawat. Airnya masih bersih dan bisa digunakan.

Kemudian, di samping sumur terdapat satu bangunan yang terpisah dari rumah. Awalnya kukira itu semacam langgar. Namun, ternyata di dindingnya tertulis bahwa bangunan itu merupakan "Dapur". Mungkin di situ selain tempat masak ada juga tempat makan bersama. Entahlah, aku mereka-reka saja karena ruangannya sama sekali tertutup dan tidak ditunjukkan isinya.

Rumah ini menjadi saksi perjuangan Sang Proklamator. Bung Karno bahkan mendapatkan inspirasi konsep Pancasila di Ende ini. Kurasa ini akan sangat menarik. Sebegitu spesialnya tempat ini. Bukan hanya karena keindahan alamnya, ramah tamah orang-orangnya, tetapi juga karena spirit kebangsaan itu lahir di sini. Di Ende. Dan aku senang pernah menginjakkan kaki di sini.

Berfoto di bagian depan Rumah Pengasingan Bung Karno.


Beberapa koleksi yang ada di Rumah Pengasingan Bung Karno



Tongkat Bung Karno


Sumur Rumah Pengasingan Bung Karno





Posting Komentar

0 Komentar