Ahmad Soleh
28 Maret 2023
Saya mengenal Pak Mijo beberapa tahun yang lalu lewat grup WhatsApp kelas menulis online. Kegigihan Pak Mijo dalam belajar rasanya tak bisa dibandingkan dengan usianya yang sudah akan pensiun. Di beberapa kesempatan, saya dan Pak Mijo sering bertukar kabar, berdiskusi kecil, dan saling mengapresiasi lewat percakapan WA. Ya, karena Pak Mijo sekarang tinggal di Madiun dan masih mengabdi di SMAN 5 Madiun, tempat yang sangat ia cintai seperti digambarkan dalam buku autobiografinya. Sedangkan saya di Depok, Jawa Barat. Tapi jarak tentu bukan halangan buat menyambung silaturahmi di era seperti sekarang ini, bukan?
Beberapa waktu berselang, kami dan beberapa teman member grup membuat buku bersama. Cerpen dan puisi karangan kami terbit dalam tiga buku, antologi cerpen Renik-Renik Cinta, antologi puisi Pijar-Pijar Kata, dan antologi puisi Tentang Rasa. Berkarya bersama tentu tidak cuma soal menerbitkan buku, tapi lebih dari itu, membuat kami lebih saling mengapresiasi satu sama lain.
Lewat karya, menulis bersama, ternyata bisa membangun kebersamaan, meskipun saya dan Pak Mijo maupun kawan-kawan lainnya tidak satu generasi. Justru itu yang membuat saya salut dan senang bisa kenal dengan Pak Mijo, usia tak jadi hambatan buatnya terus belajar dan memperkaya diri dengan keterampilan menulis.
Benar saja, beberapa waktu setelah itu, Pak Mijo menerbitkan buku autobiografi bertajuk Seni-Seni Kehidupan Sang Guru “Mijo” (Bitread, 2020). Saya pun jadi salah satu pembeli lebih dari 400 eksemplar (kalau saya tak salah ingat) yang dalam sekejap laku terjual. Jujur saja, saya sangat penasaran dengan isi buku ini karena ini autobiografi ini ditulis dan diceritakan langsung oleh penulisnya—Pak Mijo. Secara fisik, buku ini memang tidak tebal. Hanya sekitar 117 halaman saja. Saya pun coba membacanya pelan-pelan.
Oke, langsung saja kita coba ulas. Di dalam buku Seni-Seni Kehidupan Sang Guru “Mijo”, ada beberapa subbab—tepatnya 12 subbab yang disusun secara kronologis mulai dari masa kecil Mijo yang digambarkan anak kecil yang suka nyeker, sampai perjalanan Pak Mijo mengabdi si SMA Negeri 5 Madiun yang membawa perubahan dalam hidupnya. Masa kecil Mijo bisa dibilang beruntung. Meskipun dilahirkan di keluarga yang pas-pasan, bahkan disebutkan “Ibu selalu berusaha agar saya tidak kekurangan gizi. Ketika memasang nasi beras, ibu akan mengambil tajinnya kemudian ditambah garam dan gula jika ada. Tujuannya agar saya mendapat tambahan gizi.” (2020: 5).
Mijo yang masih bayi waktu itu mungkin bisa dikatakan kekurangan gizi karena tidak mendapat ASI yang memadai dari sang ibunda. Namun, keberuntungan Mijo yang saya sebut tadi adalah karena kasih sayang yang ia dapatkan adalah kasih sayang yang bukan main-main. Seperti cerita saat Mijo berusia satu tahun, “Menginjak usia setahun bayi Mijo, bapak dan ibu mulai bisa bernapas lega. Kami sudah bisa tidur di rumah sendiri walau hanya berlasakan tikar di lantai tanah. Kami tidak memiliki kamar tidur sehingga kami tidur bersama-sama di bagian tengah rumah yang lumayan luas. Dalam kondisi seperti itu, kami tetap bisa hidup tenang dan merasakan kebahagiaan.” (2020: 4). Kebersamaan itulah rupanya yang membentuk Pak Mijo menjadi sosok yang hangat dalam keluarga dan pergaulan.
Beranjak ke kisah lainnya, Pak Mijo bercerita saat menginjak usia anak-anak SD. Dalam cerita berjudul “Aku Nyeker, Tetapi Berprestasi” misalnya, ia menceritakan bagaimana menjadi anak desa yang suka nyeker hidup dengan mengurus ternak sapi milik orang lain. Menurut penuturannya, ada perbedaan anak orang kaya dan orang miskin di desanya. Perbedaannya, kata dia, hanya di kepemilikan sapi. Anak orang kaya mencari rumput untuk sapi milik bapaknya. Sedangkan anak orang miskin mencari rumput untuk sapi milik orang lain.
Meskipun kehidupan sebagai anak buruh tani bernama Pak Atmo Riman ini begitu sulit, ternyata tak membuat Mijo mudah patah arang. Ia tumbuh sebagai anak yang rajin dan pandai. “Akhirnya nama saya, Mijo, disebut beliau sebagai juara kelas, juara 1. Dengan masih nyeker, saya maju ke depan kelas dan mendapatkan bingkisan hadiah beberapa buah buku tulis.” (2020: 27).
Tidak Cuma sampai di situ, berita Mijo menjadi juara kelas menyebar di desanya. Meski begitu, pencapaiannya itu justru membuat Mijo makin semangat belajar. Ia pun menceritakan sejak saat itu dirinya jadi terpacu untuk belajar di rumah dengan tekun setiap malam. “Walau saya sekolah, saya tetap menjalankan rutinitas saya, yaitu mencari rumput, kayu bakar, maupun daduk untuk membakar gerabah yang dibuat ibu. Saat malam pun saya tidak hanya belajar, tetapi juga membantu ibu membuat gerabah yang diberi tugas menghaluskan.” (2020: 27).
Ketekunan Mijo membantu orang tua dan belajar di tengah keterbatasan pada masa itu, membuahkan hasil yang membahagiakan. Prestasi ia raih, bahkan mengalahkan anak-anak guru dan anak orang kaya yang sekelas dengannya waktu itu. Ke-12 subjudul cerita dalam buku ini tersaji menggambarkan perjalanan Pak Mijo yang akhirnya bisa mewujudkan mimpi dan cita-citanya. Sampai akhirnya pada 1993, Pak Mijo resmi menjadi PNS. Bahkan, Pak Mijo menjadi peserta terbaik dalam prajabatan CPNS. “Tiba-tiba panitia menarik napas yang panjang sebelum menyebutkan nama pesera terbaik pertama. Saat itu saya sudah tidak berharap apa-apa, tetapi sesuatu mengejutkan saya. Ternyata peserta terbaik prajabatan CPNS tahun 1993 adalah MIJO. Lagi-lagi Tuhan memberikan yang terbaik dalam hidupku.” (2020: 94).
Perjuangan Pak Mijo kecil dengan seni kehidupan sederhana namun tekun dan tulus dalam mengerjakan sesuatu tampak begitu tergambar dalam buku ini. Bahkan, apa yang dia sebut sebagai “seni kehidupan” itu membawanya pada hasil positif, bahkan inspiratif bagi siapa saja yang membacanya. Gaya penceritaannya yang sederhana, mengalir, dan mudah dicerna membuat buku ini bisa menjadi teman ngopi kala pagi atau sore hari. Meskipun begitu, di dalamnya ada beberapa kosakata dari bahasa Jawa yang mungkin perlu diterjemahkan untuk bisa kita mengerti artinya. Misalnya, mencongak, nyeker, methil, daduk, blumbang, rokok tingwe, kendhil, dan sebagainya.
Selebihnya, buku ini recommended banget buat kamu yang sedang mencari referensi inspiratif. Salam takzim!
0 Komentar