Ahmad Soleh
Depok, 5 Oktober 2024
Pagi tadi, aku mengantar An ke klinik untuk berobat karena hidungnya mampet sejak kemarin sore. Seperti biasa, pagi kami penuh drama, mulai dari sarapan sampai susah diajak mandi. Tapi, kudu tetap sabar dan tenang. Singkatnya, kami pun bersiap berangkat.
Perjalanan kami tempuh sekitar sepuluh menit saja. Jalanan agak padat. Terutama pertigaan Sawangan yang memang saban hari begitu macet. Sabar betul orang-orang melintasi jalan itu setiap hari.
Kami tiba di klinik, tapi bukan klinik Tong Fang, melainkan klinik Tugu Sawangan. Di sana tampak masih sepi sekali. Parkiran yang biasanya penuh, masih terlihat sepi. Mobil yang biasanya padat, pagi itu tidak ada satu pun yang terparkir kecuali ambulans milik klinik. "Tumben sepi ya, An," kataku kepada An.
Kami mengambil nomor registrasi dan antrean. Nomor antrean 39, sekitar lima pasien lagi akan tiba giliran kami. Sembari menunggu, An membaca buku tentang dirinya. Semesta Rausyan, yang diterbitkan dua tahun lalu. Dulu, ia belum bisa membaca, seringnya minta dibacakan atau hanya melihat foto-fotonya saja.
Sekarang, An sudah bisa membaca sendiri. Ia membaca cerita mengenai sepeda hias yang menang lomba tujuhbelasan. Sepeda yang dihias ala KAI, yang merupakan idenya sendiri. "An seneng gak waktu naik ke panggung?" tanyaku.
"Seneng, Ayah. Tapi degdegan..." jawabnya. Memang tak biasanya dia mau maju ke depan orang banyak.
Ketika membaca sendiri, di lain waktu, An terkadang menemukan kata-kata atau kalimat yang belum ia mengerti. Dan aku atau bundanya harus menjelaskan. Penjelasan yang menurutku kadang malah bikin tambah sulit dimengerti. Yang kadang kututup dengan kalimat, "Nanti juga An ngerti..."
Sering kali, ia menemukan kata-kata yang typo (saltik). "Ini harusnya apa, Ayah/Bunda?" Ya, kadang penulis memang membuat kesalahan kecil seperti typo ini. Hal yang manusiawi, bukan? Ini artinya, bukan hanya rocker, penulis juga manusia.
An sudah membaca beberapa buku cerita sendiri. Meskipun kadang suka mengeluh karena melihat teks yang lumayan banyak. "Bacain, An gabisa kepanjangan..." keluhnya. Tapi, secara diam-diam ternyata dia membaca dalam hati.
Kami menunggu panggilan lumayan lama. An selesai membaca beberapa halaman sampai hampir bosan. Kemudian kami dipanggil ke ruangan dokter Putri. Diperiksalah An, lalu diberikannya resep obat. Setelah itu, kami ke loket obat kemudian kembali ke rumah untuk sejenak beristirahat.
Semangat ya, An.
An sedang membaca dalam hati (silent reading). |
0 Komentar